News  

OPINI: Fenomena Pernikahan di Usia Muda

Oleh: Saddan Srianto (Mahasiswa KPI IAI Muhammadiyah Sinjai)


KABARBUGIS.ID – Pernikahan dini (menikah dibawa umur) kerap kali menjadi hal yang sangat disayangkan di era saat ini. Kerapnya masyarakat Bugis menganggap sah-sah saja, sehingga masih ada masyarakat yang memaksa anak mereka menikah atau mengizinkan menikah diusia dini bahkan ada yang belum tamat sekolah dengan alasan tertentu.

Padahal secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, belum siap dalam berumah tangga sehingga akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan hidupnya. 

Selain itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan, hak bermain dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri anak tidak ia nikmati karena terputus sebab terlalu cepat mengikat tali pernikahan.

Pernikahan anak usia dini banyak terjadi utamanya di masyarakat pedesaan. Pernikahan anak usia dini sebenarnya tidak diperkenankan menurut UU Perkawinan. Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan menyebut, "Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.

Jika pernikahan anak usia dini diatur dalam hukum negara, bagaimana dengan hukum Islam? Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mengeluarkan fatwa tentang pernikahan dini. Menurut MUI, dalam literatur fiqih islam tidak terdapat ketentuan secara eksplisit mengenai batasan usia pernikahan. Baik itu batasan minimal maupun maksimal. 

Allah SWT berfirman, "Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan yang perempuan." (QS an-Nur [24] :32). 

Menurut sebagian ulama, yang dimaksud layak adalah kemampuan biologis. Artinya memiliki kemampuan untuk menghasilkan keturunan.

Meski demikian, hikmah disyariatkannya pernikahan adalah menciptakan keluarga yang sakinah serta dalam rangka memperoleh keturunan. Menjaga keturunan (hifz al-nasl) adalah salah satu tujuan diturunkannya syariat Islam. Maka kemampuan menjaga keturunan tersebut juga dipengaruhi usia calon mempelai yang telah sempurna akalnya dan siap melakukan proses reproduksi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

situs slot mpo